Semarang,SaberPungli.net:Keputusan Kejaksaan Tinggi Semarang yang menetapkan terdakwa BPS dalam kasus penipuan dan penggelapan Rp2.8 miliar sebagai tahanan rumah menimbulkan tanda tanya di masyarakat.

Perubahan Status Penahanan yang Janggal
BPS awalnya ditahan di Rutan Wanita Semarang pada 13 Februari 2025. Namun, hanya sehari kemudian, status penahanannya berubah menjadi tahanan rumah. Seorang petugas rutan membenarkan bahwa terdakwa dijemput oleh pihak Kejati Semarang pada 14 Februari 2025.
Keputusan ini menuai pertanyaan karena dalam Pasal 374 KUHP, penggelapan dalam hubungan kerja dapat dikenakan hukuman hingga lima tahun penjara. Publik mempertanyakan mengapa terdakwa tidak tetap ditahan di rutan mengingat besarnya nilai kerugian dalam kasus ini.
Jaksa Bungkam, Sidang Berjalan di Luar Jadwal
Tim media berupaya meminta klarifikasi dari Jaksa Agus Arfiyanto, SH, yang menangani perkara ini. Namun, saat didatangi ke kantor kejaksaan, informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa ia sedang mengikuti sidang hingga malam. Upaya mencari keterangan di Pengadilan Negeri pun tidak membuahkan hasil.
Saat dihubungi melalui WhatsApp, Jaksa Agus hanya memberikan jawaban singkat:
“Penahanan itu kewenangan pihak yang menahan. Saat ini, majelis hakim yang menetapkan status tahanan rumah.”
Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai mekanisme pengawasan terhadap terdakwa. Bahkan, pada 14 Maret 2025, nomor WhatsApp Jaksa Agus sudah memblokir kontak awak media, sehingga menimbulkan dugaan adanya kejanggalan dalam kasus ini.
Di sisi lain, ada ketidaksesuaian dalam jadwal sidang. Sidang perdana yang seharusnya digelar pada Selasa, 11 Maret 2025, sempat dikabarkan ditunda. Namun, ternyata sidang tetap berjalan dengan perubahan jam Dalam sidang itu, terdakwa hadir tanpa didampingi kuasa hukum pelapor.
Terdakwa Enggan Beri Keterangan
Saat tim media mencoba menghubungi terdakwa BPS untuk klarifikasi, ia tidak bersedia memberikan pernyataan dan meminta agar pertanyaan disampaikan kepada pengacaranya. Namun, saat diminta kontak pengacaranya, ia justru menyarankan agar media bertanya langsung kepada jaksa.
Respons terdakwa yang terkesan menghindar ini semakin menambah dugaan adanya sesuatu yang tidak transparan dalam penanganan perkara.
Publik Menunggu Jawaban
Kasus dengan nilai kerugian Rp 2 miliar ini menarik perhatian masyarakat. Apa alasan di balik perubahan status penahanan BPS? Bagaimana mekanisme pengawasannya?
Masyarakat berharap Kejaksaan Tinggi Semarang dan pihak terkait segera memberikan penjelasan resmi agar kepercayaan terhadap sistem hukum tetap terjaga.
(M.U)