Jakarta,SaberPungli net: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggandeng Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk mengevaluasi pengadaan barang dan jasa melalui E-Katalog sebagai buntut operasi tangkap tangan (OTT) di Kalimantan Selatan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata(2023-2024) memaparkan, praktik suap sangat erat dengan pengadaan barang dan jasa. Adanya mekanisme PBJ secara digital masih menimbulkan sejumlah masalah.
Alex melanjutkan, terdapat beberapa modus korupsi PBJ yang ditangani KPK. Ia mengatakan, “Ada modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja, itu juga menjadi warning, kenapa tidak ada vendor lain yang menawarkan? Selain itu, ada juga modus dengan me-mark up harga tidak lama setelah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meng-upload. Sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan di-upload di e-Katalog.” adanya pekerjaan E Katalog menjadi perhatian publik semiga ketua KPK yang baru ( Setyo Budiyanto) lebih instan monitoring sejumlah proyek infrastruktur,tutup alex.
Di samping itu, LKPP diketahui meluncurkan fitur pengawasan e-audit agar modus yang berpotensi korupsi dapat terlacak dan langsung terintegrasi ke LKPP, KPK, dan BPKP. Sistem pengawasan ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat yang bisa dimanfaatkan oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), untuk melakukan analisis terhadap modus-modus transaksi yang terindikasi anomali, baik dari penyedia maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kerugian yang ditimbulkan dari korupsi PBJ, lanjut Alex, sangatlah besar. Oleh karenanya, KPK berharap agar bersama-sama mengawal PBJ yang bersih, sehingga tak ada lagi yang berusaha untuk mengakali e-Katalog.
Berdasarkan data KPK periode 2004-2023, kasus korupsi di sektor PBJ mencapai 339 kasus, sehingga menjadikannya sebagai kasus terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan. Oleh karenanya, KPK memasukkan sektor ini ke 8 fokus area dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP) dalam mengintervensi perbaikan tata kelola pemerintah daerah.
E-Katalog dan e-Procurement diperkenalkan untuk memangkas birokrasi yang panjang dan berbelit serta mencegah “kerjasama tidak sehat” antara panitia pengadaan dan kontraktor. Penggunaan perangkat elektronik ini diharapkan dapat mengurangi kesempatan untuk manipulasi dan kecurangan, karena semua dokumen harus diunggah melalui sistem yang terkomputerisasi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyayangkan korupsi masih terjadi ketika pemerintah sudah mengambil langkah digitalisasi melalui e-Katalog untuk belanja pemerintah.
“Kerugiannya bisa double. Mulai dari anggaran project hingga penggunaan teknologi yang akhirnya mubazir,” kata Nailul kepada Tempo, Sabtu malam, 29 Juli 2023.
Di sisi lain, Nailul mengatakan potensi korupsi memang masih bisa terjadi meski belanja pemerintah sudah terdigitalisasi melalui e-Katalog. Sebab menurutnya, e-Katalog hanya berupa tools untuk pengadaan. “Jika sudah ada perjanjian, ya pasti masih bisa ‘diatur’,” kata dia.
Toh, menurut Nailul, peraturan di e-Katalog juga bisa disesuaikan dengan kualfikasi tertentu. Misalnya, jumlah produksi atau syarat yang kadang dibuat untuk memenangkan suatu tender ke pihak tertentu.
Tak hanya itu, Nailul mengatakan dalam sistem e-Katalog, tidak ada mini competition untuk beberapa barang. Walhasil, tidak jarang yang menang hanya itu-itu saja. “Mini competition ini sebenarnya bisa menjadi langkah pencegah korupsi. Namun sayangnya kurang optimal,” katanya
Perkara e-Katalog sempat menarik perhatian usai Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Henri dijadikan tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Basarnas pada rentang waktu 2021-2023 yang sistem pengadaannya menggunakan mekanisme lelang dari e-Katalog. Padahal, menurut Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, digitalisasi dapat menekan tindakan korupsi.
LitbangHum Pusat
Tim redaksi SPI