Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari aksi jilid II GPKN di depan kantor Inspektorat. Sebelumnya, mahasiswa dijanjikan akan mendapat kejelasan tindak lanjut terkait tuntutan mereka, namun pertemuan selalu tertunda karena sulitnya bertemu dengan Inspektur.
Ketika pertemuan akhirnya terlaksana, mahasiswa dan pemuda justru kecewa. Mereka tidak dipersilakan duduk sebagaimana tamu resmi. Lebih jauh, bukannya memberi penjelasan soal transparansi anggaran dan isu “surat pengunduran diri palsu”, Inspektur malah marah dan terlibat adu argumen dengan mahasiswa.
Koordinator mahasiswa, Pajarur Rohman, menilai sikap itu tidak mencerminkan etika seorang pejabat publik.
“Kami datang dengan itikad baik untuk mencari jawaban, tapi yang kami dapat malah emosi dan perdebatan. Pejabat seharusnya melayani rakyat dengan kepala dingin, bukan menunjukkan sikap arogan,” ujarnya.
Ketua GPKN, Muhammad Rezki Lubis, menegaskan bahwa pertemuan tersebut menjadi bukti ketidakpantasan Inspektur.
“Sikap beliau jelas memperlihatkan ketidakmampuan memimpin. Jika Inspektorat saja gagal menjaga etika, bagaimana mungkin masyarakat bisa percaya pada hasil pengawasan mereka? Karena itu kami mendesak Bupati untuk segera mencopot Inspektur dari jabatannya,” tegasnya.
Menurut GPKN, jalur komunikasi formal antara masyarakat dan Inspektorat kini buntu. Mereka berkomitmen akan melakukan aksi lanjutan dengan tuntutan yang lebih keras apabila Bupati tidak segera mengambil langkah tegas.
Kini publik menanti sikap Bupati Mandailing Natal. Mahasiswa dan pemuda menilai keputusan itu sederhana: mencopot Inspektur demi menjaga marwah pemerintahan serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas internal daerah.
Magrifatulloh_M. Usup