Surabaya,SaberPungli.net:Seorang mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Adhitiya Dwijaya Ariyanto, menciptakan alat inovatif yang mampu mendeteksi kualitas minyak goreng berdasarkan warna, kejernihan, dan bau. Dengan menggunakan metode fuzzy logic, alat ini dirancang untuk membantu masyarakat mengetahui apakah minyak goreng masih layak digunakan atau sudah perlu diganti.
Latar Belakang Inovasi
Ide pembuatan alat ini muncul ketika Adhitiya menjalani magang di sebuah perusahaan minyak goreng. Ia menyadari bahwa banyak masyarakat menggunakan minyak goreng berulang kali hingga warnanya berubah pekat, yang dapat berisiko bagi kesehatan. Dari pengamatannya, ia mulai meneliti bagaimana kualitas minyak bisa ditentukan berdasarkan karakteristik fisiknya.
“Banyak ibu rumah tangga tidak menyadari bahwa minyak goreng yang digunakan berulang kali dapat berbahaya bagi kesehatan. Dari situ, saya berpikir untuk membuat alat yang bisa memberikan informasi objektif mengenai kondisi minyak,” ujar Adhitiya.
Cara Kerja Alat Deteksi Minyak Goreng
Alat ini bekerja dengan tiga sensor utama:
1. Sensor warna – Menganalisis perubahan warna minyak dari kuning cerah hingga coklat kehitaman.
2. Sensor kejernihan – Mendeteksi tingkat kekeruhan akibat residu makanan dan perubahan struktur minyak.
3. Sensor gas – Mengidentifikasi bau minyak yang sudah mengalami oksidasi atau tengik.
Ketiga sensor ini mengirimkan data ke sistem berbasis fuzzy logic, yang kemudian mengolah informasi untuk menentukan apakah minyak masih aman digunakan atau tidak.
Pengembangan dan Pengujian
Proses pembuatan alat ini memakan waktu sekitar enam bulan, melibatkan pembuatan perangkat keras, pemrograman mikrokontroler, serta pengembangan antarmuka grafis (Graphical User Interface). Adhitiya menggunakan software MATLAB untuk menganalisis data dari sensor secara lebih akurat.
Pengujian dilakukan dengan berbagai jenis minyak goreng, baik yang baru maupun yang telah digunakan berkali-kali untuk menggoreng bahan makanan seperti telur, tahu, ayam, dan ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa minyak yang digunakan untuk menggoreng makanan berlemak cenderung lebih cepat berubah kualitasnya.
Harapan dan Pengembangan ke Depan
Meski saat ini alat tersebut masih dalam tahap prototipe untuk skala rumah tangga, Adhitiya berharap inovasi ini bisa dikembangkan lebih lanjut agar dapat digunakan dalam skala industri dan mendukung pengawasan oleh lembaga terkait seperti BPOM.
“Saya berharap alat ini bisa menjadi solusi praktis bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kualitas minyak goreng yang mereka gunakan. Dengan alat ini, kesehatan bisa lebih terjaga, dan kebiasaan penggunaan minyak secara lebih bijak dapat diterapkan,” tambahnya.
Inovasi ini mendapat apresiasi dari dosen pembimbing dan diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain untuk terus menciptakan solusi berbasis teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
(N.R)