Penurunan jabatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Rektor UIN Walisongo Nomor 1424/Un.10.0/R/HK.01.13/8/2025 yang ditetapkan pada 4 Agustus 2025. SK ini ditandatangani oleh Rektor UIN Walisongo, Prof Dr H Nizar MAg, dengan sejumlah tembusan ke Kementerian dan pihak internal kampus.
Ketua Komisi Etik Senat UIN Walisongo, Prof Dr H Ibnu Hadjar MEd, membenarkan informasi tersebut. Ia mengaku sudah diberi tahu oleh Rektor terkait keputusan ini, meski belum menerima salinan resmi SK. “Iya benar, saya sudah diberi tahu, tapi belum melihat kopiannya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Senat UIN Walisongo, Prof Dr H Abdul Djamil MA, mengaku belum mengetahui keputusan tersebut secara resmi. “Saya belum tahu,” singkatnya saat dikonfirmasi. Baik Imam Taufiq maupun Rektor Prof Nizar tidak memberikan tanggapan saat diminta konfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Sumber internal kampus menyebut, penurunan jabatan ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Senat Akademik berdasarkan Laporan Komite Etik UIN Walisongo tertanggal 16 Juni 2025. Imam Taufiq dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran integritas akademik dalam karya ilmiahnya.
Kasus ini berawal dari laporan penelitian Imam Taufiq tahun 2015 berjudul Konsep Hilal dalam Perspektif Tafsir al-Qur’an dan Astronomi Modern, yang diduga mengambil sebagian besar ide dan materi dari tesis Muh. Arif Royyani tahun 2011. Dugaan plagiasi ini pertama kali dilaporkan Forum Guru Besar dan Dosen (FGBD) UIN Walisongo pada 2019.
FGBD menemukan kemiripan substansi hingga 31% tanpa sitasi memadai, melanggar Permendiknas No.17/2010. Laporan tersebut disampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama.
Pada 2020 dan 2022, pihak Kemendikbud dan Dirjen Pendis mengirim surat permintaan klarifikasi kepada Rektor UIN Walisongo. Namun, surat itu tidak pernah direspons oleh Imam Taufiq maupun dilaporkan ke Senat. Situasi ini membuat informasi soal kasus tersebut minim di internal kampus.
Kontroversi semakin memanas ketika muncul dokumen klarifikasi dan siaran pers yang menyatakan tidak ada plagiasi. Penelusuran ahli IT, Daviq Rizal, mengungkap bahwa dokumen tersebut dibuat mundur (backdate) 8–24 bulan dari tanggal yang tercantum. Temuan ini memicu perdebatan sengit di kalangan civitas akademika.
Perpecahan pun terjadi di internal Senat. Tim 1 yang terdiri dari Forum Guru Besar meyakini adanya plagiasi dengan bukti naskah asli dari Diktis Kemenag. Tim 2 yang dibentuk pihak Rektor menyebut kemiripan hanya 16%, namun tidak dapat menunjukkan naskah asli yang diuji.
Selain karya tahun 2015, Forum Guru Besar juga menemukan indikasi plagiasi pada dua karya Imam Taufiq lainnya, yakni artikel di Journal of Indonesian Islam tahun 2014 dan makalah Metode Tafsir Kontekstual Abdullah Saeed tahun 2016.
Hingga kini, indikasi plagiasi pada dua karya tersebut belum ditelusuri lebih lanjut. Forum Guru Besar berencana mengusulkan sidang pendalaman kepada Komisi Etik Senat untuk menindaklanjutinya.
Kasus ini telah menjadi sorotan publik dan pemberitaan media nasional. FGBD mendesak Imam Taufiq mundur dari jabatan Rektor demi menjaga kondusivitas kampus dan mencegah potensi penyalahgunaan wewenang.
Meski telah diturunkan dari jabatan Guru Besar, Imam Taufiq tetap berstatus dosen di UIN Walisongo Semarang. Ia kini menyandang jabatan akademik Lektor Kepala, satu tingkat di bawah Guru Besar.
Keputusan ini menjadi salah satu sanksi administrasi terberat di lingkungan perguruan tinggi, sekaligus peringatan bagi sivitas akademika akan pentingnya menjaga integritas dan etika ilmiah.
412B_M. Usup