
Semarang,SaberPungli.Net: Fantastis Proyek E-Katalog Jadi Modus Baru Legalkan Korupsi ,Komisaris PT.SaBer Pungli Indonesia Angkat Bicara
Semarang,SaberPungli.net : Proyek e-katalog di situs LKPP, menjadi sorotan publik, Cash Back Menggiurkan, E-Katalog Jadi ,Pimpinan Umum dan Komisaris Media Saber Pungli ( Edwin DEi ) mengatakan metode penyedia barang dan jasa melalui e-katalog saat ini digunakan sebagai modus melegalkan korupsi. Terutama di bidang konstruksi,tebang pilih proyek terjadi terutama pekerjaan jalan,proyek e katalog rata rata di atas anggaran 1 milyard yang bersumber dari APBD maupun CSR/Hibah yang tidak terpantau publik.

“Banyak kami temui e-katalog disalahgunakan. PPK tinggal klik begitu kesepakatan sudah dilakukan,” kata Edwin di kantor BPKP Semarang saat menyerahkan dokumen audit ulang sejumlah proyek LPSE. PPK yang dia maksud adalah akronim dari pejabat pembuat komitmen yang bertanggung jawab atas proses itu.
EDWIN mengatakan dalam tender pekerjaan konstruksi, penyedia terpilih seharusnya perusahaan yang mempunyai produk, seperti misalnya punya AMP untuk pekerjaan hotmix atau memiliki concrete mixing plant/batching plant untuk perusahaan yang menghasilkan produk beton, kejanggalan dalam penunjukan pekerjaan pesanan beton cor seakan banyak di arahkan di perusahaan tertentu.
Dalam amatan TTI, kata edwin, ada sejumlah celah kecurangan yang umum dilakukan sejak e-katalog digunakan, yakni persekongkolan antara penyedia di katalog elektronik dengan pejabat pengadaan/PPK untuk mengatur harga. Banyak pula pejabat pengadaan mengabaikan fitur negosiasi.
Persekongkolan antara pejabat pengadaan dan penyedia jasa terjadi saat proses transaksi dengan modus biaya klik. Nasruddin juga menemukan banyak PPK yang tidak memeriksa barang yang dikirimkan oleh distributor. Hal ini menyebabkan barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditawarkan.

Dalam proses e-katalog, kata Nasruddin, pejabat pengadaan dan penyedia mengatur ongkos kirim fiktif. Ongkos kirim yang diterima oleh penyedia akan diberikan kepada pejabat pengadaan/PPK saat mengambil barang ke lokasi penyedia.
Kementerian, lembaga, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, mendorong penyedia untuk memasukkan barang ke katalog selektronik agar dapat dibeli oleh masing-masing instansi, namun, kata Edwin pembelian barang tersebut hanya terjadi satu kali, kemungkinan barang tersebut tidak pernah dibeli oleh institusi lain.
“Satu lagi yang paling sering kali terjadi dalam amatan kami adalah pejabat pengadaan/PPK memilih barang bukan berdasarkan harga termurah. Pemilihan sering kali ditentukan berdasarkan perusahaan mana yang paling banyak memberikan keuntungan ke pada si pejabat,”
Untuk pengadaan barang, kata Edwin tersedia cash back antara 20-30 persen. Untuk produk obat-obatan 3-5 persen. Sementara untuk pekerjaan konstruksi, kisaran korting mencapai 10-15 persen.
Pengembalian uang atau pemberian fee, kata Edwin, sangat tertutup dan sulit dipantau karena penyedia memanfaatkan aturan di e-katalog yang lebih rentan terhadap praktik korupsi. “Seolah-olah tidak terjadi perbuatan melawan hukum. PPK lepas dari pantauan APH. Padahal di balik semua klik, pasti ada deal,” kata Edwin.
Atas temuan tim investigasi di beberapa kota dan daerah kami akan persoalan ini selain ke BPK akan kami teruskan ke lembaga KPK RI,siapa oknum yang bermain semua juga audit ulang peserta lelang LPSE.
Litbanghum