InternasionalKebudayaanNasionalTNI POLRI

MK Hentikan Dwifungsi Polisi: Anggota Polri Tak Lagi Boleh Duduki Jabatan Sipil Tanpa Pensiun

15
×

MK Hentikan Dwifungsi Polisi: Anggota Polri Tak Lagi Boleh Duduki Jabatan Sipil Tanpa Pensiun

Sebarkan artikel ini

JAKARTA [SaberPungli.net] Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat lagi menempati jabatan sipil hanya berdasarkan penugasan dari Kapolri. Dalam putusan bernomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025), MK menegaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, keberadaan frasa tersebut justru menciptakan kekaburan norma hukum. Bukannya memperjelas makna Pasal 28 ayat (3), frasa itu malah menimbulkan tafsir ganda yang membuka ruang ketidakpastian hukum. Akibatnya, muncul kerancuan mengenai apakah anggota Polri aktif dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian tanpa melepas status kepegawaiannya.

    MK Hentikan Dwifungsi Polisi: Anggota Polri Tak Lagi Boleh Duduki Jabatan Sipil Tanpa Pensiun

Mahkamah menilai, redaksi “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi utama pasal yang menegaskan bahwa hanya polisi yang sudah mengundurkan diri atau pensiun yang boleh menjabat di luar kepolisian. Perumusan yang tidak tegas ini berpotensi merusak sistem meritokrasi dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun masyarakat sipil yang berhak bersaing secara adil dalam jabatan publik.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa norma penjelasan tersebut memperluas makna pasal yang diuji dan membuka peluang terjadinya penyimpangan. Ketentuan itu tidak sejalan dengan prinsip kepastian hukum yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, dalil para pemohon dianggap beralasan secara hukum dan seluruh permohonannya dikabulkan.

“Frasa itu jelas tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana diamanatkan konstitusi,” tegas Hakim Konstitusi Ridwan saat membacakan pertimbangan Mahkamah. Ia menilai, penjelasan dalam UU Polri telah menjadi pintu bagi praktik dwifungsi kepolisian yang seharusnya sudah ditinggalkan sejak reformasi.

Meski putusan diambil secara bulat, terdapat pendapat berbeda dari tiga hakim konstitusi. Arsul Sani menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), sedangkan Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah menyatakan pendapat berseberangan (dissenting opinion). Namun demikian, suara mayoritas tetap menegaskan pembatalan frasa bermasalah tersebut.

Permohonan ini diajukan oleh dua warga negara, Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite. Keduanya berargumen bahwa keberadaan frasa tersebut membuka peluang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri, yang mereka nilai merusak prinsip netralitas aparatur negara serta mengancam demokrasi dan profesionalisme birokrasi.

Dalam sidang sebelumnya, Syamsul membeberkan contoh jabatan yang saat ini diisi oleh polisi aktif, seperti Ketua KPK, Kepala BNN, dan pejabat tinggi di sejumlah kementerian. Ia menilai praktik tersebut melanggar asas kesetaraan warga negara di hadapan hukum dan menciptakan ketimpangan bagi kalangan sipil dalam memperoleh kesempatan menduduki jabatan publik.

Melalui putusan ini, MK menegaskan kembali garis batas yang tegas antara fungsi kepolisian dan jabatan sipil. Polisi yang ingin berkarier di luar institusinya kini wajib mundur atau pensiun lebih dulu. Keputusan ini menutup celah hukum yang selama ini memungkinkan terjadinya tumpang tindih peran, sekaligus mempertegas komitmen konstitusional terhadap prinsip netralitas dan kepastian hukum.

(Albert)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *