InternasionalKebudayaanNasionalTNI POLRI

Gelombang Kritik ke DPRD Blora, Mahasiswa: “Sindiran Publik Bukan Lelucon, Tapi Jeritan Nurani Rakyat”

17
×

Gelombang Kritik ke DPRD Blora, Mahasiswa: “Sindiran Publik Bukan Lelucon, Tapi Jeritan Nurani Rakyat”

Sebarkan artikel ini

BLORA [SaberPungli.net] Ramainya kritik dan sindiran publik terhadap DPRD Blora terus menjadi perbincangan hangat di berbagai lini media sosial.

Isu yang menyinggung perilaku dan kinerja para wakil rakyat tersebut kini turut mendapat sorotan dari kalangan mahasiswa.

Salah satunya datang dari Rival Alfian Esa Saputra, mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang asal Blora, yang juga berprofesi sebagai jurnalis.

Rival menilai bahwa gelombang kritik masyarakat terhadap DPRD merupakan wujud nyata dari kontrol sosial rakyat yang sah dalam sistem demokrasi.

“Sebagai mahasiswa, saya memandang ramainya unggahan bernada sindiran terhadap DPRD yang beredar di media sosial akhir-akhir ini merupakan bentuk ekspresi kekecewaan publik yang wajar dan patut direnungkan,” ujar Rival, Rabu (12/11/2025).

Menurutnya, pesan-pesan seperti “Stop kunker, narsum, jual beli pokir, cashback!!” yang viral di dunia maya adalah bentuk kejenuhan rakyat terhadap perilaku oknum pejabat yang dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada tugas pelayanan publik.

“Alih-alih tersinggung, para wakil rakyat seharusnya menjadikan kritik ini sebagai cermin untuk memperbaiki transparansi, akuntabilitas, serta etika politik mereka,” lanjutnya.

Rival menegaskan bahwa kritik publik, termasuk yang disampaikan secara satire atau jenaka, tidak bisa dianggap sebagai serangan.

Justru, hal itu merupakan tanda bahwa rakyat masih peduli terhadap jalannya pemerintahan daerah.

Ia juga menyoroti pentingnya DPRD untuk kembali kepada fungsi utamanya: legislasi, anggaran, dan pengawasan bukan sekadar rutinitas kunjungan kerja atau kegiatan seremonial yang minim manfaat publik.

Dalam pernyataannya, Rival menyampaikan tiga poin penting:

1. DPRD harus kembali pada fungsi utamanya legislasi, anggaran, dan pengawasan, bukan menjadikan jabatan sebagai sarana “kunker” dan “cashback”.

2. Komunikasi publik harus dibuka seluas-luasnya, agar rakyat tahu ke mana arah kebijakan dan penggunaan dana publik.

3. Mahasiswa siap berdiri bersama rakyat, untuk mengingatkan agar kekuasaan tidak melenceng dari amanah kepercayaan.

Rival juga menyinggung figur Mat Tohek, sosok aktivis nasional yang dalam aksi damainya di depan gedung DPRD Blora menyuarakan aspirasi rakyat kecil.

Ia menjelaskan bahwa Mat Tohek adalah nama julukan dari Lilik Yuliantoro, seorang aktivis nasional asal Blora yang dikenal vokal memperjuangkan kepentingan masyarakat bawah.

“Sindiran ini bukan sekadar lelucon di dunia maya, melainkan jeritan nurani rakyat yang lelah dengan janji dan drama politik. Sudah saatnya DPRD menunjukkan bukti nyata, bukan lagi sekadar janji,” pungkas Rival.

Pernyataan mahasiswa asal Blora ini menambah bobot moral atas gelombang kritik yang tengah mengarah ke DPRD Blora.

Suara rakyat kini semakin jelas: wakil rakyat diminta berhenti bersandiwara dan kembali menjadi cermin kejujuran di hadapan publik.

(M. Usup)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *